Kamis, 08 September 2016

sejarah asal nama indonedia dan asal-usulnya

sejarah asal nama indonedia dan asal-usulnya

Nama Nusantara berasal dari dua kata bahasa Sanskerta, yaitunusa yang berarti “pulau” danantarayang berarti “luar”. Nusantara digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar Majapahit (Jawa). Perkataan Nusantara kita dapatkan dari Sumpah Palapa Patih Gajah Mada yang diucapkan dalam upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangku bhumi Kerajaan Majapahit (tahun 1258 Saka/1336 M) yang tertulis di dalam Kitab Pararaton (Raja-raja):Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada, “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ringPahang, Dompo, ringBali, Sunda, Palembang,Tumasik, samana isun amukti palapa”.(Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.)*.Gurun = Nusa Penida*.Seran = Seram*.Tañjung Pura = Kerajaan Tanjungpura, Ketapang,Kalimantan Barat*.Haru = Sumatra Utara (ada kemungkinan merujuk kepada Karo)*.Pahang = Pahang di Semenanjung Melayu*.Dompo = Dompu, sebuah daerah/kabupaten di pulauSumbawa*.Bali = Bali*.Sunda = Kerajaan Sunda*.Palembang = Palembang atau Kerajaan Sriwijaya*.Tumasik = SingapuraDapat dikatakan penamaan nusantara ini adalah berdasarkan sudut pandang Majapahit (Jawa), mengingat pada waktu itu belum ada sebutan yang pasti untuk menyebut seluruh kepulauan yang sekarang bernama Indonesia dan juga Malaysia). Sebutan Nusantara pernah coba dihidupkan oleh Ki Hajar Dewantara untuk mengggantikan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie), namun setelah disetujuinya penggunaan sebutan Indonesia oleh Kongres Pemuda Indonesia (dalam Sumpah Pemuda) tahun 1928, sebutan Nusantara digunakan sebagai sinonim untuk menyebut kepulauan Indonesia.Nama Indonesia berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaituindo/induyang berarti Hindu/Hindia dannesia/nesosyang berarti pulau.
Orang yang pertama kali memperkenalkan nama Indonesia adalah orang Inggris bernama George Samuel Windsor Earl dalam tulisannya yang berjudul “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations”pada tahun 1850 diJournalof the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), terbitanSingapura.Dalam tulisan tersebut Earl mengusulkan dua alternatif nama untuk menggantikan sebutan Hindia (Indie/India), yaitu Malayunesia dan Indunesia. Earl sendiri lebih menyukai menggunakan sebutan Malayunesia mengingat bahasa pergaulan (lingua franca) di kepulauan ini adalah bahasa Melayu. Selanjutnya Richardson Logan mengambil nama Indonesia dari Earl dan untuk alasan kenyamanan pelafalan, ia mengganti hurufumenjadio. Untuk pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia internasional melalui tulisan Logan diJIAEA(1850) yang berjudul “The Ethnology of the Indian Archipelago”.Tahun 1884 Adolf Bastian dari Universitas Berlin menerbitkan buku sebanyak lima volume dengan judul Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel(Indonesia atau Pulau-pulau di KepulauanMelayu). Buku inilah yang membuat nama Indonesia menjadi popular di kalangan cendekiawan Belanda, sehingga membuat sebagian kalangan salah mengira bahwa nama Indonesia diciptakan oleh Bastian, padahal ia mengambil istilah tersebut dari tulisan-tulisan Logan. Pada akhirnya istilah Indonesia tersebut sampai ke tangan orang-orang Indonesia pada awal abad ke-20 dan menjadi indentitas bagi sebuah bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.

TARIAN KECAK ASAL BALI YANG MELEGENDA

TARIAN KECAK ASAL BALI YANG MELEGENDA



Belum ada yang tahu darimana awal mulanya tari kecak muncul dan pertama kali berkembang. Namun terdapat sebuah kesepakatan dari masyarakat Bali Kecak yang menyebutkan bahwa Tari kecak pertama kali berkembang di Bona, Gianyar. Pada awalnya tari kecak merupakan suatu seni musik yang di hasilkan dari perpaduan suara yang biasa mengiringi tarian sahyang.

Pada mulanya hanya dapat di pentaskan di pura, karenaTarian Sahyang merupakan salah satu tarian sakral. Namun pada tahun 1930an muncul seorang seniman bernama Wayan Limbak yang bekerja sama dengan seorang pelukis dari Jermanyang bernama Walter Spies yang mencoba mengembangkan tarian ini dengan mengambil bagian dari cerita ramayana yang di dramatarikan sebagai pengganti dari tarian sahyang dengan tujuan agar tarian ini dapat dipentaskan di depan khalayak ramai. Bagian cerita yang diambil dan di dramatarikan awalnya adalah ketika Dewi Shinta di culik oleh Raja Rahwana.Tari Kecak sendiri mulai populer di mancanegara sejak tahun 1970'an ketika Wayan Limbak berkeliling dunia untuk mempromosikan tari ini.Nama kecak adalah sebuah nama yang diambil dari suara yang keluar dari iringan tari tersebut yang berdendang "Cak " yang di dendangkan secara terus menerus,dimana suara "cak" ini memiliki arti yamg sangat signifikan di dalam pementasan tarian ini. Mayoritas pemain tari kecak adalah laki-laki yang jumlahnya bisa mencapai puluhan.Tari Kecakjuga sering disebut dengan "The Monkey Dance".

Sekarang ini tari kecak sudah sangat populer baik di kalangan masyarakat Indonesia maupun di kalangan Turist asing. Boleh di katakan salah satu kebudayaan asal indonesia ini telah mendunia dan bertaraf internasional.

Rabu, 07 September 2016

Sejarah Pantai kuta Bali

Sejarah Pantai kuta Bali

Pergi keBali, jika tidak ke pantai kuta sepertinya ada yang kurang. Yup, sangat kurang bisa dikatakan seperti itu, pasalnya pantai kuta merupakan salah satu objek wisata unggulan di pulau dewata. Lihat saja bagi Anda yang pernah ke pantai ini, jarang sekali pantai ini terlihat sepi pengunjung. Sepinya Pantai Kuta hanya dapat dirasakan jika Bali sedang adaPerayaan Nyepidan itu pun hanya dirayakan sekali dalam setahun. Selebihnya pantai kuta selalu didatangi oleh wisatawan domestic dan mancanegara. Nah, yang menjadi pertanyaan sejak kapan pantai kuta ini mulai ramai oleh para pengunjung danbagaimana sejarah dari Pantai Kuta Bali?Dulunya Pelabuhan DagangPantai Kuta Bali sebelum menjadi objek wisata seperti yang kita kenal sekarang, awalnya merupakan salah satu pelabuhan dagang di Pulau Bali yang menjadi pusat pemasaran hasil-hasil bumi masyarakat pedalaman dengan para pembelidari luar. Dibukanya Pantai Kuta sebagai tempat berlabuh tak lepas dari peranPatih Gajahmada.Patih Gajahmada dan pasukannya dari kerajaan Majapahit pada sekitar abad-14 berlabuh di bagianselatan pantai kuta yang kini lebih di kenal dengannama Tuban. Lantaran  daerah ini cocok untuk tempat pelabuhan kapal, maka pelan-pelan kawasan ini berubah menjadi kota pelabuhan kecil, dimana para warga pun menyebut kawasan ini dengan namaPantai Perahu. Pun pada  abad ke-19,Mads Lange, seorang pedagang asal Denmark, menetap dan mendirikan markas dagang di Pantai Kuta.Menurut Horst Henry Geerken, dalamKesaksian Seorang Jerman di Indonesia 1963-1981,dari sini dia menjalankanperdagangan yang sukses dengan pulau-pulau tetangga dan kapten –kapten kapal nelayan Eropa. Melalui keterampilannya bernegosiasi, Mads Lange menjadi perantara perdagangan antara raja-raja di Bali dengan Belanda. Selain urusan perdagangan, Mads Lange juga melakukan upaya arbitrase antara Belanda dan kerajaan-kerajaan Bali untuk menghindari konflik militer.Pada perkembangannya, Pantai Kuta Bali mulai kondang setelahHugh Mahbettmenerbitkan buku berjudulPujian untuk Kuta. Buku tersebut berisi ajakan kepada masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas pariwisata demi menunjang perkembangan kunjungan wisata ke Pantai Kuta. Melalui buku itu, wacana tentang pengembangan fasilitas pariwisata kian marak, sehingga pembangunan penginapan, restoran, maupun tempat-tempat hiburan makin meningkat.Lambat laut ketika modernisasi mulai melanda Pulau Dewata, dan atas saran dari beberapa pelaku pariwisata di Bali. Mereka me-refrensikan Pantai Kuta sebagai pusat pariwisata dari Bali. Halditandai dengan  banyaknya bangunan hotel dan lokasinya dekat dengan Bandara yang telah di pindah dari Kabupaten Singaraja menuju Bali Selatan. Bangunan hotel di sana memiliki harga murah dan menyebabkan banyak wisatawan  memilih untuk tinggal di Pantai Kuta.

Pantai Kuta Bali AngkerNamun tahukah Anda jika Pantai Kuta dulunya sangat angker? angker karena banyak kuburan yang terdapat di sepanjang Pantai Kuta. Penduduklokal pun tak berani ke Pantai Kuta di saat malam. Tahun 1965-an hingga tahun 1970-an, Pantai Kuta masih amat sepi.   Hanya ada satu dua wisatawan asing yang ada di pantai dan itu bisa dihitung dengan jari.Walaupun angker di tahun 1960 an, tak menghalangi para turis asing untuk  berlaku bebasdi pantai. Turis bisa bebas sebebasnya, bahkan bisa telanjang di pinggir pantai. Zaman itu dapat dilihat banyak turis  telanjang di pinggiran pantai Kuta.Bahkan menurut Horst Henry Geerken, menjelang akhir tahun 1960-an, Kuta menjadi tempat bertemunya kaum hippies dari mancanegara, mariyuana, dan obat-obatan lain yang diual di setiap sudut.Namun setelah tahun 1970-an, turis sudah tidak bisa bebas lagi karena mulai ada larangan-larangan seperti tidak boleh telanjang di pantai. Oleh karena adanya larangan-larangan, turis asing yang sudah terlanjur biasa bebas di Pantai Kuta mulai bergeser ke Pantai Legian, Seminyak, Camplung Tanduk, hingga ke Canggu untuk  menyepi.Di pinggir pantai Kuta banyak tumbuh pohon kelapa, pohon kreket, pohon katang-katang, padanggalak, dan pandan. Pohon katang-katang  berfungsi untuk menjaga pasir pantai agar tidak terbawa ombak saat pasang. Waktu itu hotel di Kuta juga tidak terlalu banyak, hanya ada penginapan-penginapan  kecil milik penduduk lokal.  Di sepanjang Pantai Kuta waktu itu masih terdapat  perahu nelayan yang ditambatkan.Dalam sejarahnya hampir seluruh pantai di Bali dulunya adalah tempat pendaratan penyu. Seiring dengan perjalanan sang waktu, kini hanya tertinggal beberapa tempat saja yang dikunjungi penyu untuk bertelur, dan salah satunya adalah Pantai Kuta. Kini Pantai Kuta bukan hanya ramai dikunjungi wisatawan namun juga ramai dikunjungi penyu untuk bertelur. Hal ini sangat mengejutkan dengan melihat kondisi Pantai Kuta yang kini telah sesak dengan banyaknya bangunan hotel. Penyu yang mendarat di Pantai Kuta adalah jenis penyu lekang (Lepidochelys olivacea).Pergi keBali, jika tidak ke pantai kuta sepertinya ada yang kurang. Yup, sangat kurang bisa dikatakan seperti itu, pasalnya pantai kuta merupakan salah satu objek wisata unggulan di pulau dewata. Lihat saja bagi Anda yang pernah ke pantai ini, jarang sekali pantai ini terlihat sepi pengunjung. Sepinya Pantai Kuta hanya dapat dirasakan jika Bali sedang adaPerayaan Nyepidan itu pun hanya dirayakan sekali dalam setahun. Selebihnya pantai kuta selalu didatangi oleh wisatawan domestic dan mancanegara. Nah, yang menjadi pertanyaan sejak kapan pantai kuta ini mulai ramai oleh para pengunjung danbagaimana sejarah dari Pantai Kuta Bali?Dulunya Pelabuhan DagangPantai Kuta Bali sebelum menjadi objek wisata seperti yang kita kenal sekarang, awalnya merupakan salah satu pelabuhan dagang di Pulau Bali yang menjadi pusat pemasaran hasil-hasil bumi masyarakat pedalaman dengan para pembelidari luar. Dibukanya Pantai Kuta sebagai tempat berlabuh tak lepas dari peranPatih Gajahmada.Patih Gajahmada dan pasukannya dari kerajaan Majapahit pada sekitar abad-14 berlabuh di bagianselatan pantai kuta yang kini lebih di kenal dengannama Tuban. Lantaran  daerah ini cocok untuk tempat pelabuhan kapal, maka pelan-pelan kawasan ini berubah menjadi kota pelabuhan kecil, dimana para warga pun menyebut kawasan ini dengan namaPantai Perahu. Pun pada  abad ke-19,Mads Lange, seorang pedagang asal Denmark, menetap dan mendirikan markas dagang di Pantai Kuta.Menurut Horst Henry Geerken, dalamKesaksian Seorang Jerman di Indonesia 1963-1981,dari sini dia menjalankanperdagangan yang sukses dengan pulau-pulau tetangga dan kapten –kapten kapal nelayan Eropa. Melalui keterampilannya bernegosiasi, Mads Lange menjadi perantara perdagangan antara raja-raja di Bali dengan Belanda. Selain urusan perdagangan, Mads Lange juga melakukan upaya arbitrase antara Belanda dan kerajaan-kerajaan Bali untuk menghindari konflik militer.Pada perkembangannya, Pantai Kuta Bali mulai kondang setelahHugh Mahbettmenerbitkan buku berjudulPujian untuk Kuta. Buku tersebut berisi ajakan kepada masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas pariwisata demi menunjang perkembangan kunjungan wisata ke Pantai Kuta. Melalui buku itu, wacana tentang pengembangan fasilitas pariwisata kian marak, sehingga pembangunan penginapan, restoran, maupun tempat-tempat hiburan makin meningkat.Lambat laut ketika modernisasi mulai melanda Pulau Dewata, dan atas saran dari beberapa pelaku pariwisata di Bali. Mereka me-refrensikan Pantai Kuta sebagai pusat pariwisata dari Bali. Halditandai dengan  banyaknya bangunan hotel dan lokasinya dekat dengan Bandara yang telah di pindah dari Kabupaten Singaraja menuju Bali Selatan. Bangunan hotel di sana memiliki harga murah dan menyebabkan banyak wisatawan  memilih untuk tinggal di Pantai Kuta.Pantai Kuta Bali AngkerNamun tahukah Anda jika Pantai Kuta dulunya sangat angker? angker karena banyak kuburan yang terdapat di sepanjang Pantai Kuta. Penduduklokal pun tak berani ke Pantai Kuta di saat malam. Tahun 1965-an hingga tahun 1970-an, Pantai Kuta masih amat sepi.

 Hanya ada satu dua wisatawan asing yang ada di pantai dan itu bisa dihitung dengan jari.Walaupun angker di tahun 1960 an, tak menghalangi para turis asing untuk  berlaku bebasdi pantai. Turis bisa bebas sebebasnya, bahkan bisa telanjang di pinggir pantai. Zaman itu dapat dilihat banyak turis  telanjang di pinggiran pantai Kuta.Bahkan menurut Horst Henry Geerken, menjelang akhir tahun 1960-an, Kuta menjadi tempat bertemunya kaum hippies dari mancanegara, mariyuana, dan obat-obatan lain yang diual di setiap sudut.Namun setelah tahun 1970-an, turis sudah tidak bisa bebas lagi karena mulai ada larangan-larangan seperti tidak boleh telanjang di pantai. Oleh karena adanya larangan-larangan, turis asing yang sudah terlanjur biasa bebas di Pantai Kuta mulai bergeser ke Pantai Legian, Seminyak, Camplung Tanduk, hingga ke Canggu untuk  menyepi.Di pinggir pantai Kuta banyak tumbuh pohon kelapa, pohon kreket, pohon katang-katang, padanggalak, dan pandan. Pohon katang-katang  berfungsi untuk menjaga pasir pantai agar tidak terbawa ombak saat pasang. Waktu itu hotel di Kuta juga tidak terlalu banyak, hanya ada penginapan-penginapan  kecil milik penduduk lokal.  Di sepanjang Pantai Kuta waktu itu masih terdapat  perahu nelayan yang ditambatkan.Dalam sejarahnya hampir seluruh pantai di Bali dulunya adalah tempat pendaratan penyu. Seiring dengan perjalanan sang waktu, kini hanya tertinggal beberapa tempat saja yang dikunjungi penyu untuk bertelur, dan salah satunya adalah Pantai Kuta. Kini Pantai Kuta bukan hanya ramai dikunjungi wisatawan namun juga ramai dikunjungi penyu untuk bertelur. Hal ini sangat mengejutkan dengan melihat kondisi Pantai Kuta yang kini telah sesak dengan banyaknya bangunan hotel. Penyu yang mendarat di Pantai Kuta adalah jenis penyu lekang (Lepidochelys olivacea).

SEJARAH PULAU KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR INDONESIA

SEJARAH PULAU KOMODO NUSA 
TENGGARA TIMUR INDONESIA

Pada tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo.Cerita ini berawal dari Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.SEJARAH KOMODOKomodo adalah reptil darat terbesar di dunia.

Hewan ini termasuk hewan yang terancam punah karena hewan ini merupakan hewan endemik. Endemik berarti, hewan ini hanya hidup di wilayah tertentu. Komodo hanya hidup di sebuah pulau yang bernama Pulau Komodo, Indonesia. Komodo termasuk jenis hewan karnivora, hewan ini memiliki bentuk lidah yang agak memanjang dan bercabang dua pada ujungnya mirip lidah ular. Penelitian menunjukkan bahwa ujung lidah yang bercabang ini berfungsi untuk “mengecap” makanannya. Hewan ini biasanya membuat sarang di bawah tanah.Komodo merupakan hewan yang sangat unik karena ia memiliki dua cara untuk bereproduksi. Pertama, dengan cara fertilisasi (pembuahan) diantara komodo jantan dan komodo betina. Cara ini merupakan cara reproduksi seksual. Cara kedua adalah dengan melalui “Parthenogenesis”. Cara ini membuat seekor komodo betina menjadi hamil tanpa melalui proses pembuahan. Akan tetapi, “parthenogenesis” mengakibatkan semua telur yang dilahirkan melalui “parthenogenesis” akan menjadi komodo yang selalu berjenis kelamin jantan. “Parthenogenesis” diperkirakan berfungsi untuk mencegah kepunahan komodo.Banyak orang mengatakan, komodo adalah kerabat dekat dari dinosaurus. Hal ini dilihat dari ditemukannya fosil-fosil dari jenis dinosaurus tertentu yang menunjukkan kemiripan struktur tubuh dengan komodo. Diperkirakan komodo merupakan salah satu dari berbagai “fosil hidup” dan saksi sejarah atas kepunahan dinosaurus. Jika hal ini benar, kemungkinan besar, sistem reproduksi parthenogenesis inilah yang menyebabkan bertahannya spesies ini dari ancaman kepunahan. Sekarang, jumlah populasi komodo sangat kecil, dan spesies ini telah tercatatsebagai salah satu dari ratusan spesies hewan yang terancam punah.

TAMAN NASIONAL KOMODOTaman Nasional merupakan penangkaran insitu yang digunakan untuk melindungi suatu spesies yang terancam punah. Salah satu contohnya adalah Taman Nasional Komodo. Di Taman Nasional ini terdapat suatu spesies yang sangat dilindungi dari kepunahannya. Komodo telah lama menjadi binatang yang sangat dilindungi, ini disebabkan sedikit sekali yang masih hidup di bumi ini. Hewan ini hanya terdapat di Kepulauan Flores, Nusa Tenggara, Indonesia. Sedangkan pulau yang paling banyak dihuni oleh hewan ini dinamakan Pulau Komodo. Hewan yang menyerupai kadal besar ini digolongkan hewan yang nyaris punah dengan jumlah populasi kurangdari 4.000 ekor. Maka pada tahun 1980 telah disepakati untuk membentuk suatu kawasan konservasi dalam bentuk Taman Nasional Komodo di Pulau tersebut dan beberapa pulau kecil lain disekitarnya.Awal mula sejarah ditemukannya Komodo berawaldari dokumentasi yang berada di Museum Zoologi Bogor yang dilakukan oleh orang Belanda dengan melakukan perburuan di Pulau Komodo. Hasil penelitiannya tersebut kemudian dipublikasikan pada tahun 1912. Tidak beberapa lama kemudian berita tantang Komodo ini cepat tersebar ke seluruh dunia. Mereka melakukan ekspedisi ilmiahuntuk melakukan penelitian di Pulau Komodo. Berikut merupakan data dari Loh Liang, tentang sejarah Komodo:1911 Penemuan Komodo oleh J.K.H Van Steyn1912 Pemberian nama ilmiah Varanus Komodoensis oleh P.A. Owens1912 SK. Sultan Bima tentang perlindungan Komodo1926 SK. Pemda Manggarai perlindungan Komodo1930 SK. Residen Flores perlindungan Komodo1931 Komodo Tercantum dalam daftar satwa yangmutlak dilindungi dalam UU Perlindungan binatang liar1938 Pembentukan Suaka Marga Satwa P. Rinca dan P.Padar1965 Pembentukan Suaka Marga Satwa P. Komodo1980 Pembentukan Taman Nasional Komodo1991 Penunjukan sebagai Warisan alam dunia oleh UNESCO1992 Komodo sebagai satwa nasional kepres No.4Tahun 1992Pada tahun 2000, rencana pimpinan Taman Nasional Komodo diakui oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. The Nature Conservancy (TNC), lembaga swasta masyarakat lingkungan yang terbesar di Amerika Serikat, dan pedagang yang berasal dari Malaysia,Feisol Hashim, akan menguasai Taman Nasional Komodo selama 25 tahun. Mereka mau melindungi lingkungan setempat dengan hasil turisme yang akan diperbaiki.


Selasa, 06 September 2016

ESENSI & KONSEPSI PURA SEBAGAI TEMPAT SUCI DI BALI.

ESENSI & KONSEPSI PURA SEBAGAI TEMPAT SUCI DI BALI.
      

 ZAMAN PRASEJARAH Sejak masa prasejarah di kalangan masyarakat Bali ada anggapan bahwa tanah-tanah yang meninggi seperti bukit ‘ngenjung’ dan gunung’wukir, hulu, lingga’ merupakan tempat para arwah leluhur yang telah suci. Oleh karena itu, bukit dan gunung dianggap sebagai tempat suci dan keramat. Pada masa itu masyarakat Bali tradisi mempunyai suatu kepercayaan, bahwa roh orang yang meninggal akan hidup abadi di alam lain dengan tempat manusia hidup di bumi ini. Oleh karena itu, dikenal adanya bermacam-macam caramerawat mayat agar rohnya dapat hidup dengan layak di alam baka.Adanya suatu kepercayaan, bahwa roh orang yangmeninggal bersemayam di tempat-tempat yang tinggi, bukit dan atau di gunung, dapat diketahui melalui peninggalan masyarakat prasejarah yang berhubungan dengan tradisi pemujaan nenek moyang ’roh para leluhur / kawitan’ yang umumnya dijumpai di daerah dataran tinggi. Untukkeperluan tersebut, masyarakat prasejarah mendirikan berbagai bangunan yang terbuat dan tersusun dari batu-batu besar (megalitik), antara lain berupa dolmen, menhir, bilik batu, kubur batu, punden berundak.Di kepulauan Indonesia susunan batu-batu dari tradisi megalitik yang didirikan di tempat-tempat tinggi dijumpai di berbagai tempat. Di daerah dataran tinggi Pasemah (Sumatera Selatan) didapatkan sejumlah dolmen, kubur batu, menhir, arca-arca sederhana yang menggambarkan peninggalan nenek moyangnya. Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat didapatkan pula situs punden berundak dalam ukuran besar yang dibangun di atas bukit Gunung Padang, punden itu mempunyailima teras bertingkat. Teras-teras tersebut dibentukdengan menyusun balok-balok batu yang panjangnya 60-100 cm. Masyarakat setempat sampai saat ini masih menganggap, bahwa situs ini adalah tempat bersemayamnya para “karuhun” atau nenek moyangnya.Situs megalitik lainnya didapatkan pula di daerah pegunungan Sulawesi Tengah, yaitu situs Lembah Palu, Bada, Besoa, Napu. Selain itu, peninggalan tradisi megalitik banyak dijumpai di daerah Nusa Tenggara Timur, terutama di pu1au Flores, Sumbawa dan Timor. Peningga1an yang dijumpai pada tempat-tempat tersebut di atas umumnya berbentuk lumpang batu, kalamba, arca bercorak megalitik, batu dakon, bangunan teras berundak, peti kubur, dan lain-lain.Di Bali, situs-situs masa prasejarah terutama dari masa megalitik dijumpai pada dataran tinggi dan perbukitan, seperti di desa Tenganan Pegringsingan (Karangasem), daerah Kintamani (Bangli), Penebel (Tabanan), Keramas (Gianyar), Sembiran (Singaraja), dan lain-lain.Sesungguhnya tradisi megalitik tidak semata-matahanya menghormati dan memuja roh nenek moyang, walaupun kultus terhadap roh nenek moyang terbukti sangat kuat terasakan dalam tradisi megalitik. Pemujaan terhadap roh nenek moyang mempunyai tujuan praktis yang dapat dirasakan langsung oleh para pemujanya. Dengan memuja roh leluhur, para pendukung tradisi megalitik agaknya mengharapkan juga perbaikan-perbaikan dalam kehidupan, seperti mengharapkan hasil panen yang lebih baik, terhindar dari bencana alam atau wabah penyakit, memperoleh keberuntungan dan pengungkapan rasa syukur. Segala keinginan pendukung tradisi megalitik ­tersebut kemudian diupayakan untuk dapat dipenuhi dengan cara memuja roh nenek moyang, karena mereka beranggapan, roh nenek moyang yang telah hidup di dunia lain, diharapkandapat memberikan bantuan kepada manusia yang masih hidup. Oleh sebab itu, yang tampak ditekankan dalam tradisi megalitik adalah konsep terhadap roh nenek moyang.II.      MASUKNYA BUDAYA HINDUSetelah pengaruh budaya India masuk ke Bali pada sekitar abad VIII, Bali mulai menapaki masa sejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya dokumen tertulis berupa prasasti-prasasti pada tablet­-tablet tanah liat di desa Pejeng, Tatiapi, dan Blahbatuh di Kabupaten Gianyar. Tampaknya, pemujaan terhadap tempat-­tempat tinggi atau gunung suci tetap berlangsung terus, dan bahkan mendapat bentuk baru yang dikuatkan dengan kisah-kisah tentang para dewa yang bersemayam di puncak-puncak gunung. Sumber prasasti sering menyebut, bahwa gunung dan bukit yang menjadisthanapara dewa di Bali, antara lain bukit Humintang (prasasti Dausa, Pura Bukit Indrakila A II 983 Saka, Gunung Bangkyang Sidi (sekarong Bangkyang Sidem), bukit Karimana, bukit Tunggal,bukit atau Wukir Kulit Byu dan lain-lain. Gunung dan bukit -bukit itu, beberapa di antaranya masih dapat dikenali, antara lain ialah bukit Karimana terdapat di sebuah desa Sidem Bunut, Bangli, tempat dibangunnya Pura Kehen, Bukit Tunggal yang kini disebut Gunung Sinunggal terdapat di wilayah desa Tajun, Kabupaten Buleleng. Dan di atas gunung itu terdapat sebuah pura yang disebutPura Gunung Sinunggal. Dan bukit Kulit Byu sekarang disebut Gunung Abang (Pura Tuluk Byu),di atas desa Abang, Kecamatan Kintamani, Bangli.Adapun nama-nama para dewa yang bersernayamdi puncak gunung atau puncak bukit itu tidak disebutkan secara jelas di dalam prasasti-­prasasti Bali Kuno. Tidak disebutkannya nama-nama dewa itu kemungkinan besar karena kepercayaan masyarakat pada masa itu menganggap bahwa menyebut nama-nama dewa sangat berdosa bahkan bisa kena kutukan. Dengan kata lain, penyebutan nama dewa sangat ditabukan dan dianggap sebagai pantangan. Di dalam sumber-sumber prasasti Bali Kuno biasanya yang disebut hanya nama-nama gelarnya, seperti hyang, da hyang, ra hyang, sang hyang, dan bhatara. sebagai contoh, ialah Hyang Bukit Sidi artinya “dewa atau bhatara yang bersemayam di puncak bukit Sidi”, demikian seterusnya. Kecuali Hyang Bukit Tunggal dapat diketahui nama dewanya, berdasarkan prasasti Abang Pura Batur, bahwa yang bersemayam di puncak boot Tunggal adalah Hyang Binakaya Hyang Binakaya sinonim dengan Sang Hyang Sad Winakaya (yang sering disebut-sebut dalam bagian kutukan prasasti), yakni Sang Hyang Gana atau Bhatara Ganesa Binakaya sampai sekarong masih tersimpan di dalam Pura Bukit Tunggal yang selalu dipuja setiap ada hari upacara di dalam pura tersebut.Demikian pula, Sang Hyang Wukir Byu. Menurut prasasti Pura Batur Desa Abang, dahulu di atas bukit Tuluk Byu terdapat sebuah pura. Di dalam pura tersebut terdapat beberapa buah bangunan pelinggih dan juga sebuah tarub, yaitu semacam balai wantilan atau balai terbuka untuk tempat sabungan ayam yang dilakukan dalam rangkaian upacara di dalam pura tersebut. Dalam prasasti itudisebutkan bahwa dewa yang bersemayam di dalam pura itu adalah Bhatara Bayu. Selanjutnya pada tahun 1011 Masehi pada masa pemerintahan raja Udayana Warmadewa tempat suci tersebut diperluas dan diperbaiki. Disebutkan pula bahwa masyarakat dari desa-desa di pinggir Danau Batur (winkang ranu), yakni desa Kedisan, Bwahan, Abang, Trunyan dan Songan berduyun-duyun datang ke puncak Bukit Byu guna menunaikan kewajiban, yakni bersembahyang. Di dalam prasasti tersebut “madewasraya I sanghyang wukir kulit byu” artinya “bersembahyang kehadapan Ida Bhatara yang bersemayam di Bukit Byu.”Kemudian dari sumber-sumber lontar, dan babad diketahui pula sejumlah nama-nama gunung yang dianggap suci tempat bersemayan para dewa. Gunung-gunung itu, antara lain Gunung Lempuyang (Karangasem) tempat bersemayam dewa atau Bhatara Genijaya, Gunung Beratan (Tabanan) tempat bersemayam Bhatara Watukaru,Gunung Mangu (Badung) tempat bersemayam Bhatara Danawa, Gunung Andakasa tempat bersemayam Bhatara Hyang Tugu dan Gunung Agung (Karangasem) tempat bersemayam Bhatara Purnajaya. Jawa pada sekitar abad VIII sudah dikenal adanya penghormatan terhadap dewa Siwa (lingga) dan temyata dikenal pula di pulau Bali. Puluhan bahkan ratusan lingga dijumpai pada tempat -tempat suci yaitu pura yangtersebar di seluruh pulau Bali. Peninggalan purbakala berupa lingga yang ditemukan di Pura Tegeh Koripan di Gunung Penulisan, Goa Gajah, diPenulisan, Pura Kedarman di Kutri, Pura Penataran Sasih di Pejeng dan pura Tirtha Empul di Tampaksiring, ada1ah sebagian kecil dari keseluruhan yang ada. Sementara itu, keberadaan agama Hindu dan Budha pada masa Bali Kuno (abad VIII – XIV) tidak perlu disangsikan. Pengaruh agama Budha di Bali telah terlihat pada awal masa Bali Kuno, yakni sekitar abad VIII dan bukti pengaruh agama Hindu berasal dari kira-kira setengah abad kemudian. Dewa-dewa utama agama Hindu, yakni Trimurti, telah dipuja pada masa itu. Pernyataan namasiwaya namobuddhayayang tersurat dalam prasasti Landih A menegaskan bahwa raja Jayasakti bukan saja bakti kepada dewa Siwa tetapi juga kepada Budha.Ungkapan yang menyatakan bahwa raja Anak Wungsu laksana Harimurti sebagaimana terbaca dalam prasasti Dawan perlu pula dikemukakan di sini. Kata murti secara harfiah berarti “perwujudan” dan hari adalah nama lain untuk dewa Wisnu. Ungkapan itu bukan berarti bahwa raja Anak Wungsu sebagai penganut sekte Waisnawa. Namun tampaknya lebih tepat jika ungkapan itu dipandang sebagai petunjuk bahwa Anak Wungsu menyadari dirinya sebagai raja yangberkewajiban melindungi dan memakmurkan negara serta rakyatnya, seperti halnya dewa Wisnuyang berfungsi sebagai pelindung dunia beserta segenap isinya.Mengenai ungkapan yang mengacu pada dewa Brahma, sampai saat ini belum ditemukan da1am sumber-sumber prasasti. Namun demikian, temuan arca dewa Brahma, arca Catur Muka yang berasal dari masa Bali Kuno membuktikan bahwa dewa tersebut te1ah dikenal dan dipuj a pada waktu itu. Demikian juga temuan arca-arca Siwa dan Wisnu di beberapa tempat di Bali memperkuatpendapat bahwa dewa Trimurti telah mendapat posisi tinggi sebagai sarana pemujaan.Da1am perkembangan selanjutnya, penduduk makin lama makin bertambah banyak. Karena kepadatan penduduk, banyak penduduk yang semula tinggal dekat tempat-tempat suci pergi ke tempat lain yang agak jauh. Perpindahan ini mungkin disebabkan oleh karena mencari penghidupan yang baru atau karena desanya dirasa tidak aman, sering terjadi kerusuhan dan perampokan seperti ha1nya desa Ju1ah pada sekitar abad XI, sebagaimana diberitakan dalam prasasti Sembiran A IV. Pada tempat yang baru ini,mereka membuat suatu bangunan yang sifatnya sementara. Bangunan ini dibuat dari ”turus pohon dapdap” sebagai tiangnya dan dibuatkan sebuah ruangan dengan balai-­balai yang dibuat dari bambu untuk tempat me1etakkan sajian. Bangunan suci jenis ini disebut ”turus lumbung”.Turus lumbungmengandung arti kias “melindungi dan menghidupi pemujanya”.Turusdapdap merupakantamengatauperisai, yakni alat untuk melindungi diri ; dan lumbung, yakni tempat untuk menyimpan padi untuk penghidupan. Bangunan inisifatnya sementara yang nantinya akan diganti dengan bangunan yang agak permanen menurut kemampuan penghuninya. Setelah penghuninya agak mampu, barulah mereka membuat bangunanuntuk mengganti turus lumbung itu. Bangunan pelinggih ini dibuat dari kayu dan bambu serta memakai satu ruangan (me-rong tunggal) yang digunakan untuk tempat sajian. Bangunan rong tunggal inilah yang disebut ”kemulanatausanggahkemulan”. Peninggalan-peninggalan bangunan ini dijumpai di desa­-desa kuno di Bali, seperti di Julah, Sembiran, Lateng, Dausa, dan tempat kuno lainnya.Lama kelamaan oleh karena kebudayaan manusiamakin maju, maka dalam perkembangan sejarah bangunanrong tunggalberkembang menjadi dua ruangan (merong dua). Dalam perkembangan selanjutnya bangunanrong duaberkembang menjadi Bali yang beragama Hindu. Bangunan seperti ini merupakan tempat untuk menghormati atau memuja leluhur-leluhur mereka yang telah disucikan. Selanjutnya, dalam perkembangan kemudian, bangunan yang memakai ruangan tiga (rong telu) disesuaikan dengan konsep Trimurti yang terdiri dari tiga dewa, yakni Brahma, Wisnu, dan Iswara. Ketiga dewa ini merupakan perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Mahaesa), yang masing-masing berfungsi sebagai dewa pencipta, pemelihara dan pemralina.Kesatuan ketiga dewa inilah disebut dengan Sang Hyang Trimurti atau Tri Tunggal. Pengaruh konsepTrimurti inilah menyebabkan bangunan rong telu berfungsi ganda. Pertama, untuk tempat memuja arwah leluhur yang telah suci, dan yang kedua untuk memuja Sang Hyang Trimurti, yaitu Brahma,Wisnu dan Iswara.Sanggah Kemulan ini dipuja hanya oleh suatu keluarga sekelompok kecil. Kemudian apabila keluarga kecil sudah membiak menjadi beberapa kepala keluarga, maka mereka mendirikan beberapa buah bangunan/pelinggih untuk melengkapi bangunan yang telah ada di dalam sanggah pemujaannya. Bangunan-bangunan yangbaru ini digunakan untuk tempat pemujaan roh-rohsuci dari orang-orang yang dianggap telah berjasa,sesuai dengan pelinggih-pelinggih yang terdapat didalam bangunan suci asalnya. Pelinggih-pelinggihyang baru itu disejajarkan tempatnya dengan bangunan suci asalnya. Pelinggih-pelinggih yang baru disejajarkan tempatnya dengan bangunan kemulan, sehingga keseluruhannya disebut “sanggah pamerajan “. Bangunan-bangunan baru itu sangat bervariasi, tetapi pada umumnya terdiri dari bangunanmenjangan seluang,bangunangedong, sanggar agung, bangunanberkerucut, bangunansaka ulu gempel,dan bangunantaksu.Untuk tempat pertemuan Ida Bhatara- Bhatari yangberlangsung pada setiap ada upacara disanggah pamerajan, mereka membuat lagi bangunan balai-balai yang disebut balai piyasan, yakni balai untukBhatara-Bhatari berhias. Walaupun sudah mendirikansanggah kemulan, mereka juga memuja dewa-dewa yang ada di dalam tempat suci asalnya. Pemujaan ini dilakukan pada setiap adanya upacara dalam tempat suci tersebut. Untuk menghemat biaya dan untuk memudahkan jalan persembahyangan, dewa-dewa yang bersemayam di tempat suci asalnya dibuatkanpelinggihdalamsanggah pamrajanyang bam itu. Karena demikian, maka tidak mengherankan apabilapelinggih­-pelinggihdi dalam sanggahpamerajantidak tetap jumlahnya dan bisa mencapai duapuluhan, malahan bisa lebih. Dengan demikian, munculpelinggih-pelinggihyangbaru untuk memuja para dewa, seperti bangunantumpang salubangunansakapat, tugu, meru, bangunanbebaturan, gedong sari,dan lain-lain.Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa suatu desa terdiri dari beberapa klen atau warga yang berbeda-beda leluhumya. Untuk mempersatukan klen-klen itu, mereka sepakat membangun tempat suci bersama, yaitu tiga buah pura yang dikenal dengan “Kahyangan Tiga”.Di dalam pura-pura itulah mereka berkumpul saling kenal mengenal dan bersama-sama memuja dewa-dewa yag bersemayam didalam pura tersebut. Ketiga pura yang dimaksud adalah Pura Puseh, Pura Desa/Bale Agung dan Pura Dalem.Kedatangan Mpu Kuturan, Resi Markandya, dan Dang Hyang Nirartha ke Bali membawa perubahan-perubahan besar dalam tata keagamaan di pulau ini. Mpu Kuturan menganjurkan pembuatan Kahyangan Catur Lokapala, Sad Kahyangan Jagat. Selain itu, juga mengajarkan membuat kahyangan secara fisik dan spiritual, seperti jenis-jenis upacara, jenis-jenispedagingan sebagaimana diuraikan dalam lontar Dewatatwa. Penyempumaan kehidupan agama Hindu di Bali dilakukan pula oleh Dang Hyang Nirartha. Beliau datang ke Bali pada abad XV padamasa pemerintahan raja Dalem Waturenggong di Gelgel, Klungkung.Pelinggihini untuk memuja Hyang Widhi dan sekaligus membedakan pelinggih pemujaandewa roh leluhur. Beliau distahanakan, dipuja di banyak pura di Bali sebagai penghormatan para bhakta selama beliau melakukan dharmayatra, seperti Pura Purancak, Rambut Siwi, Gading Wani, Srijong, Pekendungan, Tanah Lot, Taman Sari, Gunung Payung, Pucak Tedung, Sakenan, Erjeruk, Masceti, Goa Gong, Taman Pule, Dalem Gandamayu, Peti Tenget, Ponjok Batu, Ulu Watu, dan lain-lain (k.l. 35 pura).III.    KONSEP PURAIstilah pura dengan pengertian sebagai tempat suci pemujaan masyarakat Hindu Bali digunakan setelah dinasti Kresna Kepakisan yang berkeraton di Klungkung sekitar abad XVII. Pada umumnya pura dibagi atas tiga halaman, yaitujabaan(halaman luar/kanistha),jaba tengah(halaman tengah/madhya) danjeroan(halaman dalam/uttama). Akan tetapi perkecualian tetap ada, di dalam pura-pura yang kecil sering ditemukan halaman luar dan tengah digabung menjadi satu, sehingga pura itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu halaman luar dan halaman dalam. Masing-masing halaman pura dibatasi olehtembok keli1ing dengan pintu masuk berbentuk candi bentar yang terletak antara halaman luar dengan halaman tengah, dan kori agung atau candi kurung sebagai penghubung halaman tengah dengan halaman dalam.Menurut konsep Hindu, pura adalah simbolis gunung. Tuhan, para dewa, dan roh suci leluhur dianggap bersemayam di puncak gunung, sehingga gunung dipandang sebagai tempat suci. Konsepsi masyarakat Hindu di Bali tentang alam semesta didasarkan atas pandangan bahwa alam ini tersusun menjadi tiga bagian yag disebut triloka, yaitualam bawah(bhur loka),alam tengah(bwah loka) danalam atas(swah loka). Dalam diri manusia pandangan itu terwujud ke dalam konseptri angga, yaitukaki,badandankepala.Demikian pula dalam suatu bangunan sucicandimisalnya, bagian-bagiannya terdiri atasdasar,badandanatap candi. Azas itu tercermin pula pada struktur tempat suci pura yang terdiri atas tiga halaman seperti telah disebutkan di atas.Halaman luar (jabaan) adalah lambang alam bawah. Alam ini, menurut kepercayaan umat Hindu, dianggap sebagai tempat parabhuta kala, sehingga halaman ini digunakan sebagai tempat memberi sesajen kepada makhluk tersebut agar tidak mengganggu manusia. Halaman ini digunakan untuk mengadakan upacara yang berhubungan dengan makhluk itu, seperti upacara macaru, dan tabuh rah. Halaman tengah (jaba tengah) adalah simbolis dari alam tengah, yaitu sebagai tempat tinggal manusia. Di halaman inilahdilaksanakan aktivitas menyiapkan segala sesajenuntuk kepentingan upacara di pura tersebut. Sementara itu halaman dalam (jeroan) adalah simbolis alam atas sebagai tempat Tuhan, dewa-dewa dan roh suci para leluhur yang telah bersatu dengan Tuhan.Semua bangunan yang ada di halaman dalam suatu pura, menurut fungsinya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitupalinggihdanpasimpangan.Palinggihadalah bangunan yang disediakan untuk bertahta para dewa yang mempunyai kekuasaan langsung dalam pura tersebut, sedangkanpasimpanganadalah bangunan yang hanya menyediakan tempat singgah bagi para dewa, yang bertahta di tempat lain, tetapi menjadi pelindung tetap dari pura itu. Namun demikian, jika dihayati lebih mendalam, sesungguhnya bukan sajapasimpangan,melainkanpalinggihpun dan bahkan puranya sendiri merupakan tempat singgah belaka dari para dewa. Dikatakan demikian, karena tempat menetapnya ada1ah di “kahyangan atau di puncakgunung”. Kedatangannya di pura hanyalah pada saat-saat tertentu, misalnya pada waktu diadakannya upacara piodalan di pura itu. Pada saat inilah pura itu penuh dengan”tamu agung” yang terdiri atas semua para dewa yang ada sangkut pautnya dengan pura tersebut.Di antara para dewa itu, ada seorang yang boleh dikatakan menjadi penguasa pura yang pada haripiodalanmenjadi tuan rumah. Memang latar belakang pendirian sebuah pura adalah diperuntukkan bagi seorang dewa tertentu. Oleh karena itu, dalam pura itu sang dewa dimuliakan secara khusus. Pada haripiodalandi pura tersebutpratimayang menjadi wakil wadagnya dihias dengan segala macam hiasan kebesaran, dan diarak dengan segala kemegahan untuk kemudianditahtakan dibalai pengaruman(balai pesamuan). Di balai inilah para dewa dan tamunya mengambil tempat untuk turut untuk merayakan hari besar pura itu, dan bersama tuan rumah menerima penghormatan dan persembahan dari umat. Upacara piodalan dalam suatu pura bisa berlangsung selama satu hari, tigahari, satu minggu, bahkan satu bulan. Upacara perayaan itu pada pokoknya terdiri atas dua macam kegiatan yang harus dilakukan oleh umat, yaitumebanten(menyediakan saji­-sajian) danmabakti(menjalankan persembahyangan). Jika upacara-­upacara telah selesai, para dewa kembali lagi ke persemayaman masing­-masing dan pratimanya diarak kembali ke tempat penyimpanannya.Mpu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha dianggap berjasa dalam mengembangkan dan menyempurnakan agama Hindu. Umat Hindu merasa berhutang jasa kepada beliau. Untuk memuja kebesarannya, beliau dianggap sebagai pendeta guru suci atau dang guru. Pura Silayukti, Rambut Siwi, Pulaki, Ponjok Batu, Sakenan, dan lain-lain adalah pura-pura yang berkaitan dengan perjalanan suci (dharmayatra) yang dilakukan oleh kedua rohaniawan tersebut. Sekarang pura-pura tersebut menjadiDang Kahyangan.Berbagai profesi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya telah menyebabkan munculnya berbagai tempat suci atau pura. Para nelayan yang umumnya bermukim di pesisir mencari penghidupan di laut. Ada yang menjala, mengail, dan lain sebagainya. Oleh karena laut dianggap bisa memberi kehidupan, kemudian masyarakat nelayan mendirikan sebuah pura yangdisebutPura SegaraatauPura Pabean. Demikian pula kelompok masyarakat yang mempunyai profesi sebagai petani pengolah tanah basah, mereka akan terikat kepada air, yang dianggap sebagai sumber kehidupannya. Dengan demikian mereka bersatu pula untuk mendirikan pura-pura yang dekat dengan sumber air. Pura-pura itu disebut Ulun Danu, Pura Siwi, Pura Bedugul, Pura Masceti, yang berfungsi sebagai pura kemakmuran. Sementara itu, hal yang sama juga berlaku bagi mereka yang mernpunyai profesi sebagai pedagang. Ikatan kekaryaan karena mernpunyai profesi yang sama, yaitu sebagai pedagang, menyebabkan adanya pemujaan dalamwujud pura yang disebut Pura Melanting. Umumnya pura ini didirikan di dalam suatu pasar yang dipuja oleh para pedagang dalam lingkunganpasar tersebut.IV.    PURA SEBAGAI TEMPAT SUCISeperti yang disampaikan diatas Bali adalah sebuah pulau kecil diantara gugusan pulau yang membangun negeri kita Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bali adalah salah satu pulau darilebih tiga belas ribu pulau yang membangun bumi Nusantara. Sejak lama Bali yang kecil mungil ini dikenal masyarakat dunia karena keunikannya dan hasi kebudayaan yang dimiliki dari jaman dahulu kala sampai dewasa ini. Bali sering dijulukisebagai pulau “Seribu Pulau”. Julukan di atas jelastak mengada-ada. Berdasarkan karakteristiknya Pura yang ribuan jumlahnya itu diklasifikasikan menjadi empat kelompok :1.PURA KAYANGAN JAGAT,yaitu Pura umum tempat pemujaan Hyang Widhi dengan segala prabhawa-Nya serta roh suci leluhur, termasuk didalamnya Pura Sad Kahyangan dan Dang Kahyangan. Yang disebut Pura Kahyangan Jagat ialah Pura-pura Kahyangan Agung terutama yang terdapat di delapan penjuru mata angin dan pusat pulau Bali seperti :1.Pura Lempuyang sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Iswara diujung Timur pulau Bali.2.Pura Andakasa sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Brahma terletak di Selatan pulau Bali.3.Pura Batu Karu sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Maha Dewa terletak di bagian Barat pulau Bali.4.Pura Ulun Danu sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Wisnu terletak di Utara pulau Bali.5.Pura Goa Lawah sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Maheswara terletak di Tenggara pulau Bali.6.Pura Ulu Watu sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Rudra terletak di Barat Daya pulau Bali.7.Pura Puncak Mangu sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Sangkara terletak di Barat Laut pulau Bali,8.Pura Besakih sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Sambhu terletak di Timur Laut pulau Bali. Disamping merupakan Pura Kahyangan Jagat sthana Dewa Sambhu, Besakih juga menjadi pusat Kahyangan dan bertempat di ”Kadyanikang Bhuana” ditengah-tengah pulau Bali sebagai sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya Siwa.2.PURA KAHYANGAN DESA, yaitu Pura yang disungsung oleh Desa adat berupa Kahyangan Tiga yakni : Pura Desa atau Bale Agung tempat memuja Hyang widhi dalam prabhawanya sebagaiDewa Brahma & Dewi Bhagawati (Utpeti/Pencipta),Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Wisnu sebagai Pemelihara (Sthiti) serta Pura Dalem tempat pemuja Siwa sebagai Pralina .3.PURA SWAGINA atau PURA FUNGSIONALyakni Pura yang penyiwinya /pemujanya terikat oleh”Swagina” (kekaryaan) yang satu yakni memiliki profesi sama dalam sistem mata pencaharian hidupnya seperti Pura Subak, Dugul, Ulun Suwi, Melanting, dan sebagainya4.PURA KAWITANyaitu Pura yang Penyiwinya ditentukan oleh ikatan ”Wit” atau asal muasal atau ikatan leluhur berdassarkan garis keturunan geneologis seperti : Sanggah/pemerajan, Prthiwi, Ibu/Paibon, Panti, Dadia, Dalem Dadia, Penataran Dadia, Pedarman dan sejenisnya.Kepercayaan gunung sebagai tempat suci atau alam roh leluhur sejalan dengan unsur kebudayaan Hindu yang menganggap bahwa gunung sebagai alam dewata. Akulturasi dua unsur kebudayaan tersebut maka timbullah pandangan bahwa Gunung disamping sebagai tempat roh leluhur juga sebagai alam ”Dewa-Dewa”.Berdasarkan jalan pikiran yang demikian itu, maka timbullah pengertian bahwa Pura adalah simbul dari gunung, konsep kesemestaan dalam membangun sebuah pura, seluruh kompenen pembangunan adalah sebuah wujud persembahan. Pura juga berarti tempat sujud atau tempat persembahyangan, pura adalah tempat menghadap kehadapan ”Sanghyang paramaning dumadi” dan juga tempat memohon wahyu, berkat dan rahmat wara nugraha dari Hyang Widhi oleh karena Pura adalah tempat suci ia patut dijaga kesuciannya serta dihormati oleh umat pemeluknya. Agama pada hakekatnya bertujuan untuk menyucikan umatnya, maka peranan Pura semakin penting sebagai ”Pusat Rohani”, tempat memuja Hyang Widhi, dan juga sebagai tempat untuk melaksanakan Dharma Wacana, Dharma Gita, Dharma Tula, Dharma Santhi, Darma Sedana dan Dharma Yatra.Seperti yang telah kami kemukakan diatas, adanyakarakterisasi pengelompokan Pura khususnya di Bali bermakna pula untuk menyatakan umat sesuai dengan pengelompokan sosialnya. Pura Kawitan merukunkan dan menyatukan umat menurut keluarganya. Pura Kahyangan Desa , umat menjadi rukun dan damai dalam satu wilayah Desa Pakraman. Pura Swagina bermakna pula menyatukan umat yang memiliki kesamaan Profesi. Pura Kahyangan Jagat disamping fungsi utamanya untuk memuja Hyang Widhi dengan berbagai Prabhawa-Nya, juga menyatukan umat secara Universal dengan tidak memandang asal keluarga, asal Desanya maupun asal profesinya.Jadi demikianlah, sesungguhnya apa yang disebutPura memiliki arti dan makna yang sangat dalam. Pura sebagai tempat Suci, demikian pula seperti Panti, Pemerajan, Pedharman, Kahyangan Tiga, Sad Kahyangan dan yang lainnya adalah bagian penting dari suatu ”Tubuh” masyarakat. Tempat-tempat seperti itu tidak saja memiliki kedudukan yang penting, tetapi juga memili fungsi yang sentral bagi dinamika kehidupan masyarakt di maksud, bagi kebudayan dan juga bagi peradabanmasyarakat tersebut.V.     PENGELOMPOKAN PURAMengenai istilah Pura yang dipergunakan sebagai tempat pemujaan  umat Hindu diperkirakan padsa jaman Dalem berkuasa­ diBali.Sebelum dikenal istilah Pura, untuk menunjukkan tempat pemujaan Hindu di Bali dikenal istilah Kahyangan atau Hyang. bahkan pada jaman Bali kuno dipakai istilah “Ulon” yang berarti tempat suci atau tempat yang dipakai untuk berhubungan dengan ke-Tuhanan. Hal ini dimuat dalam prasasti sukawana A I (th. 882 M)Demikian pula prasasti Pura Kehen menyebutkan istilah Hyang. menurut lontar Usana Dewa Mpu Kuturan lah yang mengajarkan umat Hindu di Bali membuat Khayangan dewa seperti cara membuat pemujaan Dewa di Jawa Timur. Mpu Kuturan adalah tokoh Hindu yang berasal dari Jawa datang ke Bali pada waktu pemerintahan raja Marakata, dan anak wungsu putra raja Udayana. kedatangan Mpu Kuturan ke Bali banyak membawa perubahan-perubahan dan tata keagamaan. Mpu Kuturan yang mengajarkan membuat Sad Khayangan Jagat, beliaulah yang memperbesar Pura besakih dan mendirikan Pelinggih Meru, Gedong dan lain-lainnya. beliau pula yang mendirikan Khayangan Tiga di setiap Desa Adat di Bali, selain beliau mengajarkan secara fisik, juga belia mengajarkan perbuatan secara spiritual, misalnya : jenis-jenis upacara, jenis-jenis pedagingan pelinggih dan sebagainnya,seperti diuraikan dalam lontar dewa tatawa. sebelum Dinasti Dalem memerintah di Bali istana raja disebut kedaton atau keraton. Setelah jaman Dalem istana Raja disebut “Pura”. Hal ini disebabkan menurut Negarakertagama menyebutkan bahwa apa yang berlaku di Majapahit, diperlukan pula di Bali oleh Dinasti Dalem. demikianlah keraton Dalem di Samprangandisebut lingga rsa pura, keraton Dalem di Gelgel disebut Sueca Pura dan keraton Dalem di Klungkung disebut Semarapura. Setelah Dalem berkeraton di Klungkung, istilah pura mulai dipakaiuntuk menyebutkan tempat suci pemujaan. sedangkan istana raja tidak lagi disebut pura tetapi “puri”. Demikianlah istilah pura menjadi istilah baku sampai sekarang untuk menyebutkan tempat suci.Di Bali khususnya di dalam orang-orang mendirikan suatu pura lebih-lebih pura khayangan jagat berlandaskan konsepsional filosopis yang relevan dengan ajaran Tattwa agama Hindu di Bali. Dari uraian tersebut di kemukakan tiga landasan konsepsi filosopis yaitu konsepsi rwa bhineda, konsepsi Catur Loka Pala dan konsepsi Sad Winayaka, sebagai berikut :1.A.Konsepsi Rwa Bhineda :Konsepsi ini merupakan kesatuan purusa dan pradana. konsepsi ini melandasi pendirian kahyangan :1.Kahyangan Gunung Agung (Besakih sebagai Purusa)2.Kahyangan Batur sebagai Pradana1.B.Konsepsi Catur Loka Pala :Konsepsi ini merupakan konkritisasi dari pada Cadu Sakti, yaitu empat aspek kemahakuasaan Hyang Widhi. konsepsi inilah yang melandasi pendirian Kahyangan Catur Loka Phala yaitu :1.Pura Lempuyang di timur,2.Pura Andakasa di selatan3.Pura Batu Karu di barat4.Pura Puncak Mangu di utara.1.C.Konsepsi Sad Winayaka :konsepsi ini adalah landasan pendirian Sad Kahyangan di Bali yang secara konsepsional terkait dengan Sad Kertih, yaitu :1.Pura Besakih2.Pura Lempuyang3.Pura Goa Lawah4.Pura Ulu Watu5.Pura Batu Karu6.Pura Pusering JagatKetiga landasan filosofis inilah yang menjadikan dasar mendirikan kahyangan jagat yang dinamakanPadma Buanasebagai stana dari Hyang Widhi dalam berbagai aspek yang diwujudkan dalam sembilan(9)Kahyangan Jagatyaitu :1.Pura Lempuyang di timur tempat memuja Iswara2.Pura Andakasa di selatan  tempat memuja Brahma3.Pura Batu Karu di barat tempat memuja Mahadewa4.Pura Batur di utara tempat memuja Wisnu5.Pura Besakih  di timur laut tempat memuja Sambhu6.Pura Goa Lawah di tenggara  tempat memuja Maheswara7.Pura Ulu Watu  di barat daya tempat memuja Rudra8.Pura Puncak Mangu di barat laut tempat memuja Sangkara9.Pura Pusering Jagat di tengah tempat memuja SiwaOleh karena gunung tertinggi atau samudra (segara-ukir) sebagai persyaratan pendirian kahyangan jagat tidak terletak di tengah-tengah pulau Bali sebagai pusat pemujaan altar tersuci Tuhan Siwa, maka dengan pertimbangan ini, makaDang Hyang Markendya sebagai seorang yogi yang bijak memindahkan pura pusat pemujaan Tuhan Siwa ke lereng gunung Agung (Besakih) Gunung yang tertinggi di Bali, maka Besakih menempati posisi timur laut, juga menempati posisi tengah Padma Mandala.Apabila kesembilan (9) kahyangan jagat ini di letakkan di dalam lukisan padma, maka keadaanya sesuai benar dengan arah sembilan penjuru dan karenanya sembilan kahyangan jagat ini disebut juga “Nawa Dikpalaka” yaitu sembilan penjaga penjuru bhuana. berdasarkan konsepsi padma mandala atau padma bhuana bunga padma dengan helai daun bunga yang berlapis-lapis, Pura  Besakih adalah  sari padma mandala atau padma bhuana sedangkan pura gelap, kiduling kreteg, Ulun Kulkul, Batu Madeg adalah catur Dala lapisan pertama serta Pura Lempuyang,Andakasa, Batu Karu, Batur, Goa Lawah, Ulu Watu,Puncak Mangu adalah Asta Dala (Catur Dala lapisan kedua dalam posisi dik widik). Pura-pura tersebut diatas adalah pura-pura yang sangat disucikan dan merupakan satu-kesatuan yang utuh, merupakan pusat kesucian dan kerahayuan bagi umat Hindu.LAMPIRAN HIMPUNAN KEPUTUSAN SEMINAR KESATUAN TAFSIR TERHADAP ASPEK-ASPEK AGAMA HINDUTentang Padmasana :*.Padmasana adalah lambang makrokosmos / alam semesta yang merupakan Stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Siwa Aditya). Padmasana dapat dibedakan atas :1.i.      Berdasarkan lokasi (menurut pengider-ider), terbagi dalam 9 (sembilan) buah berdasarkan Lontar Wariga Catur Winasa Sari :1.Padma Kencana bertempat di Timur menghadap ke Barat.2.Padmasana bertempat di Selatan menghadap ke Utara.3.Padmasana Sari bertempat di Barat menghadap ke Timur.4.Padmasana Lingga bertempat di Utara menghadap ke Selatan.5.Padma Asta Sedana bertempat di Tenggara menghadap ke Barat Laut.6.Padma Noja bertempat di Barat Daya menghadap ke Timur Laut.7.Padma Karo bertempat di Barat Laut menghadap ke Tenggara8.Padma Saji bertempat di Timur Laut menghadap ke Barat Daya.9.Padma Kurung di Tengah-Tengah me Rong Tiga menghadap ke Lawangan.1.ii.      Berdasarkan atas Rong (Ruang) dan Pepalihannya (tingkatan atau Undag) dapat dibedakan atas :1.Padmasana Anglayang, Padmasana ini ber – ruang (me-rong) Tiga, mempergunakan Bedawang Nala dengan Palih Tujuh.2.Padma Agung, Padmasana ini ber-ruang (me-rong) Dua mempergunakan Bedawang Nala dengan Palih Lima.3.Padmasana, Padamasana ini ber-ruang (me-rong) Satu mempergunakan Bedawang Nala dengan Palih Lima.4.Padmasari, Padma ini ber-ruang (me-rong) Satu dengan Palih Tiga yaitu Palih Taman (bawah), Palih Sancak (tengah) dan Palih Sari (atas), tidak mempergunakan Bedawang Nala.5.Padmacapah, Padma ini ber-ruang (me-rong) Satu dengan Palih Dua yaitu Palih Taman (bawah) dan Palih Capah (atas), tidak mempergunakan Bedawang Nala.Catatan :Padmasari dan Padmacapah dapat ditempatkan menyendiri dan berfungsi sebagai penghayatan / penyawangan dan mengenai pedagingan kedua Padma ini hanya pada dasar dan puncak saja. Sedangkan Padmasana yang mempergunakan Bedawang Nala berisi pedagingan pada Dasar Madhya (tengah) dan Puncak.*.Tatacara pembuatan Padmasana berdasarkan Lontar Asta Kosala-Kosali dan Asta Bhumi.*.Upakara / Upacara termasuk pependeman dan pedagingan berdasarkan Lontar Dewa Tatúa, Lontar Wariga Catur Winasa Sari, Lontar Usana Dewa dan Lontar Dewa Tatúa.Tentang Rong Tiga :*.Rong Tiga adalah Pelinggih Tri Murti ¿ Hyang Kemimitan / Hyang Kemulan  berdasarkan Lontar Purwa Gama Sesana, Lontar Kusuma Dewa, Lontar Gong Wesi.*.Tatacara pembuatan Rong Tiga berdasarkan atas Lontar Asta Kosala-Kosali dan Asta Bhumi.*.Upakara / Upacara termasuk pependeman dan pedagingan berdasarkan Lontar Dewa Tattwa, Lontar Wariga Catur Winasa Sari, Lontar Usana Dewa, Lontar Widhi Tattwa dan terutama Lontar Resuma Dewa.Tentang Meru :*.Meru adalah melambangkan Gunung Mahameru yang merupakan Sthana / Pelinggih Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari Leluhur berdasarkan Lontar Purana Dewa, Lontar Resuma Dewa, Lontar Widhi Sastra, Lontar Wariga Catur Winasa Sari dan Lontar Jaya Purana. Landasan filosofis dari meru adalah berlatar belakang pada kepercayaan terhadap gunung yang disucikan sebagai sthana para dewa dan roh leluhur. Untukkepentingan pemujaan akhirnya gunung yang suci tersebut disymbolkan / nyasa berbentuk replika (tiruan) bangunan yang disebut dengan candi, prasada, meru. Bentuk Meru dapat dibedakan sebagai berikut :1.i.      Ciri Umum :1.Dapat dibedakan dari Dasar, Badan, Atap2.Bangunan Dasarnya Segi Empat3.ii.      Ciri Khusus :1.Ada jenis Meru yang badannya berbentuk ruangan yang dapat dipergunakan untuk tempat sembahyang, dan ada pula Meru yang badannya berbentuk ‘banyah’ yang ruangannya tidak dapat dimasuki sebagai tempat sembahyang.2.Atap Meru bertumpang dan sebanyak-bayaknya tumpang sebelas.3.Arti susunan atap Meru yang pada umumnyaganjil sebagai lambang / symbol / nyasa ‘patalaning bhuwana dan pangalukuan dasaksara’, seperti :1.Meru tumpang satu2.Meru Tumpang dua3.Meru Tumpang tiga4.Meru Tumpang lima5.Meru Tumpang tujuh6.Meru Tumpang sembilan7.Meru Tumpang sebelasMeru tumpang satu sampai dengan meru tumpangtiga berpedagingan pada dasar dan puncak, sedang meru tumpang lima sampai dengan meru tumpang sebelas berpedagingan pada dasar, madhya dan puncak.*.Fungsi Meru :1.i.      Tempat pemujaan Istadewata seperti Meru di Kiduling Kreteg Besakih tempat pemujaan Dewa Brahma, dan di Pura Batu Madeg Besakih tempat pemujaan Dewa Wisnu dsb.2.ii.      Tempat pemujaan Bhtara-Bhatari seperti pada Padharman-Padharman di Komplek Pura Besakih dsb.*.Tatacara pembuatan Meru berdasarkan Lontar Asta Kosala-Kosali dan Astha Bhumi, untuk membedakan jenis Meru pemujaan Istadewata dan Bhatara-Bhatari antara lain :1.i.      Dari segi Pedagingan2.ii.      Dari segi Puja / Stawa*.Upakara / Upacara termasuk pependeman dan pedagingan berdasarkan Lontar Dewa Tattwa, Lontar Wariga Catur Winasa Sari, Lontar Usana Dewa, Lontar Widhi Tattwa dan terutama Lontar Resuma Dewa.Tentang Pengertian Pelinggih :Pelinggih adalah tempat sthana Ida Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-NYA yang dibuat sesuai dengan Lontar Asta Dewa dan Lontar Asta Kosala-Kosali serta telah disangaskara.Padmasana di Pura Penataran Agung Besakih :*.Sesuai dengan Lontar Padma Bhuwana, pengertian Padma tersebut adalah :*.Namanya              : Padma Bhuwana*.Bentuk Bangunan            : Padamasana Tri Tunggal (Tiga bangunan Padmasana dengan Dasar Tunggal)*.Yang di Lingga Sthanakan : adalah Sang HyangTiga Wisesa (Siwa, Sada Siwa, Parama Siwa)*.Di Tengah Lingga Sthana Ida Sang Hyang Parama Siwa*.Di Kanannya Lingga Sthana Sang Hyang Sada Siwa*.Di Kirinya Lingga Sthana Sang Hyang Siwa*.Fungsinya : Penyungsungan Jagad.Pura Desa :*.Letaknya : Pada tempat yang dipandang suci oleh Krama Desa yang bersangkutan, sebaiknya di tengah-tengah Desa.*.Jajaran Pelinggih :*.Gedong Lingga Sthana Dewa Brama*.Pelinggih Ratu Ketut Petung*.Lingga Sthana Sedahan Penglurah (Tepas Mecaling)*.Padmasana Lingga Sthana Ida Sang Hyang Widhi*.Bale Agung Lingga Sthana Begawan Penyarikan / Bagawati*.Gedong / Bebaturan (Panghulun Bale Agung) Sthana Bhatari Rambut Sedana (Melanting)

INILAH MENGAPA GWK (GARUDA WISNU KENCANA DI BUAT KEBUDAYAAN TANAH BALI

INILAH MENGAPA GWK (GARUDA
WISNU KENCANA DI BUAT 
KEBUDAYAAN TANAH BALI 

Garuda Wisnu Kencana memiliki arti Garuda yang digunakan sebagai tunggangan oleh Dewa Wisnu.Garudajuga kitaketahui juga digunakan sebagai lambang negara kita Negara Indonesia.Dari berbagai jenis burung, lalu mengapa Burung Garudadigunakan sebagai lambang dari Negara Indonesia. Padahal banyak sekali jenis-jenis burung lainnya seperti burung elang, burung rajawali, burung kakak tua dan yang lainnya. Mengapa Burung Garuda dipilih sebagai lambang Negara yang besar dan megah ini?Jawabannya sesuai denganCerita Garuda Wisnu Kencanayang akan kita bahas kali ini.Cerita Garuda Wisnu Kencanajuga berkaitan dengan pembangunanlandmark Garuda Wisnu Kencana (GWK)di bali. GWK yang belum rangkum di bangun ini rencananya akan membuat patung Garuda Wisnu Kencana dengan tinggi sekitar 120 meter yang akan tercatat sebagai salah satu patung terbesar di dunia. Namun Pembangunannya tersendat masalah biaya, untuk lebih jelasnya bisa anda bacaDISINI.Sejarah Garuda Wisnu Kencana GWKAlkisah di sebuah negeri, tersebutlah seorang Rsi yang baik nan bijaksana. Rsi tersebut bernama Rsi Kasyapa. Beliau memiliki 2 orang istri yakni Kadru dan Winata. Rsi kasyapa selalu berbuat adil kepada kedua istrinya, walaupun begitu salah satu istrinya yaitu Kadru selalu menaruh rasa iridan dengki kepada Winata.Kisah pun berlanjut, alkisah Kedua istri Rsi Kasyapa masing-masing dikaruniai momongan(anak). Kadru dikaruniai para Naga, sedangkan Winata dikaruniaiseekor Burung Garuda. Kadru yang tetap memiliki rasa iri dan dengki terhadap Winata selalu melancarkan niat jahat agar Winata dapatkeluar dari lingkaran keluarga Rsi Kasyapa.Suatu ketika, Para Dewa mengaduk-aduk samudra untuk mendapatkan Tirtha Amartha. Tirtha(air) yang diebut-sebut dapat memberikan keabadian kepada siapapun yang dapat meminumnya walaupun hanya setetes. Bersamaan dengan kejadian itu, muncullah kuda terbang bernama Ucaihswara.Oleh karena Kadru yang selalu menaruh rasa dengki terhadapa Winata, Kadru kemudian menantang Winatauntuk menebak warna Kuda Ucaihswara yang belum terlihat oleh mereka.Winata kemudian menyanggupi tantangan dariKadru dengan perjanjian, jika siapapun yang kalah harus bersedia menjadi budak dan selalu mentaati seluruh perintah dari yang menang. Kemudian Kadru menebak warna kuda itu berwarna hitam, dan Winata menebak warna kuda itu berwarna putih. Sebelum kuda itu muncul, secara diam-diam Kadru menerima informasi dari anaknya(naga) bahwa kuda itu sebenarnya berwarna putih.Mengetahui bahwa dirinya akan kalah, maka Kadru berbuat licik dengan menyuruh anaknya untuk menyembur dengan racun tubuh kuda itu sehingga terlihat kehitaman. Benar saja kuda yang dulunya putih kemudian menjadi hitam setelah muncul dan dilihat oleh Kadru dan Winata. Karena Winata merasa dirinya telah kalah, maka ia bersedia menjadi budak Kadru selama hidupnya.

Tempat Wisata Di Nusa Dua BaliMengetahui kelicikan Kadru, anak Winata yakni sang Garuda tidak tinggal diam. Dia kemudian bertarung dengan anak-anak Kadru yakni para Naga yang berlangsung tanpa henti siang dan malam. Keduanya berhasil menahan imbang disetiap pertarungan sampai akhirnya para Nagapun memberikan persyaratan bahwa dia akan membebaskan Winata dengansyarat sang Garuda dapat membawakan Tirtha Amarthakepada para Naga.Sang Garuda menyanggupinya, dia bersedia mencari Tirtha Amertha yang tidak dia ketahui tempatnya agar dia dapat menyelamatkan ibunya dari perbudakan. Di tengah petualangannya, sangGaruda bertemu dengan Dewa Wisnu yang membawa Tirtha Amertha. Garuda kemudian meminta Tirtha Amertha itu, Dewa Wisnu menyanggupinya dengan syarat agar Garuda mau menjadi tunggangan Dewa Wisnu yang kemudian disebutsebagaiGaruda Wisnu Kencana.Garuda kemudian mendapat tirtha amertha dengan berwadahkankamendalu dengan tali rumput ilalang. Ia memberikan tirtha tersebut kepada para naga, namun sebelum para naga sempat meminumnya tirtha itu terlebih dahulu diambil oleh dewa indra yang kebetulan lewat. Namun tetesan tirtha amertha itu masih tertinggal di tali rumput ilalangnya. Naga kemudian menjilat rumput ilalang tersebut yang ternyata sangat tajam dan lebih tajam dari pisau. Oleh karena itu lidah naga menjadi terbelah menjadi 2 ujung yang kemudian disetiap keturunan naga itu juga memiliki lidah yang terbelah.Kemudian ibu Winata berhasildibebaskan dari jeratan perbudakan.Begitulah akhir cerita dariSejarah Cerita Garuda Wisnu Kencana. Lalu apa hubungan Garuda anak Winata dengan Garuda Lambang Negara Indonesia? Karena melihat filosofi diatas para petinggi yang membangun Negara Indonesia kemudian memilih Burung Garuda sebagai lambang Negara Indonesia karena melihat kegigihan Burung Garuda dalam berbakti kepada ibunya agar ibunya dapat lolos dari perbudakan. Garuda tersebut melambangkan kegigihan masyarakat pribumi (masyarakat indonesia) dalam memperjuangkan tanah Ibu pertiwi agar lolos dari perbudakan para penjajah kala itu.

Senin, 05 September 2016

MENELISIK SEJARAH DANAU BEDUGUL DI BALI BESERTA KEBUDAYAANYA

MENELISIK SEJARAH DANAU BEDUGUL
DI BALI BESERTA KEBUDAYAANYA


Mungkin tidak asing lagi danau yang satu ini sangat sudah terkenal di seantero negeri, tetapi tak dapat dipungkiri ada yang tidak tahu juga keberadaan dan nama danau ini. Ketika di pulau dewata Bali pastinya ada paket perjalanan menuju danau Bedugul. Tetapi tak lebih dari itu biasanya pengunjung hanya sekedar menikmati pesona alam yang memikat di danau Bedugul tanpa mengerti makna terdalam dari atau sejarah dari danau Bedugul yang syarat dengan nilai-nilai masa lampau yang patut diketahui sehingga lebih mengendap dalam pikiran dan sanubari setiap perjalanan yang tidak sia-sia.Sebelum membicarakan tentang bagaimanasejarah danau Bedugul ada baiknya penulis mendeskripsikan secara singkat mengenai danau Bedugul ini. Danau Bedugul ini terletak di desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti kabupaten Tabanan kurang lebih jaraknya 45 km dari pusat kota kabupaten dan jaraknya dari kota Denpasar sekitar 50 km ke arah utara mengikuti jalan raya Pura tersebut berada di tepi danau Beratan, nama pura Ulun Danu diambil dari kata danau.Mari menyimak secara singkat keberadaan danau Bedugul ini. Tidak ada yang tahu bahkan sedikit yang mengetahui asal mula dari danau Bedugul ini. Kalau melihat dari istilah Bedugul berasal dari dua alat musik,yaitu bedug dan gong. Gabungan bunyi yang dihasilkan bedug dan gong tersebut menjadi asal-usul nama Bedugul. Hal ini memang sangat menggelitik jika dikaitkan dengan asal mulanya danau Bedugul ini tetapi lebih menarik yang selalu melekat pada ingatan pengunjung adanya pura yang terdapat di sebelah danau tersebut.Sumber: Dok. Pribadi, dilihat dari belakang danau (2011)Sejarah dari pura Ulun Danu Beratan diketahui dari arkeologi dan data sejarah yang terdapat dalam lontar babad Mengwi. Dalam babad Mengwi menjelaskan bahwa seorang pendiri kerajaan Mengwi yaitu I Gusti Agung Putu mendirikan Pura di pinggir Danau Beratan, sebelum beliau mendirikan pura taman ayun. Dalam lontar tersebut juga dijelaskan bahwa pendirian pura taman ayun yang upacaranya berlangsung pada hari Anggara Kliwon Medangsia tahun Saka Sad Bhuta Yaksa Dewa yaitu tahun caka 1556 atau 1634 M dan diketahui bahwa Pura Ulun Danu. Beratan didirikan sebelum tahun saka 1556, oleh I Gusti Agung Putu. Pura Ulun Danu. Beratan terdiri dari 4 komplek pura yaitu: Pura Lingga Petak, Pura Penataran Pucak Mangu, Pura Terate Bang, dan Pura Dalem Purwa untuk memuja keagungan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Tri

Di sebelah kiri halaman depan pura Ulun Danu Beratan terdapat sebuah sarkopagus dan sebuah papan batu, yang berasal dari masa tradisi megalitik, sekitar 500 SM. Pada masa itu dan sejak saat ini bangunantersebut masih ada dan terjaga sebagai tempat melaksanakan kegiatan ritual.Pura ulun ini yang membuat unik dari padadanau-danau lainnya di Indonesia maupun di dunia. Keunikan danau Bedugulini tidak sembarangan sebagai obyek wisata yang ada di pulau bali. Pura ulun danu di percaya sebagai tempat bersemayamnya dewi sri atau dewi kesuburan. Hal ini tentu saja hanyalah kepercayaan yang boleh percaya atau tidak tentu kehidupan di sana bermuara pada corak kehidupan Hindu yang kental. Tentunya pantas saja jika umat Hindu mempercayainya. Bagi masyarakat umum sisi lain dari nilai-nilai yang dapat di ambil danau Bedugul ini semestinya dapat ikut melestarikan keberadaan danau nan indah ini agar tetap terjaga kebersihannya dan menjaga seluruh fasilitas-fasilitas yang ada di danau Bedugul ini, dan akan membangkitkan rasa kesadaran memiliki bangsa sendiri sebagai keajaiban dunia yang di miliki bangsa Indonesia dan tentunya membangkitkan rasa kebersamaan, keberagaman baik agama maupun sosial, budaya yang terkandung di dalamnya.